Pelarangan Miras Di Papua
“FAKTA INTEGRITAS DIBUAT UNTUK
MELENGKAPI DOKUMEN FORMAL, SERTA UNTUK MEMBUAT JATI DIRI ASLI IKHLAS
MENJALANKAN NILAI-NILAI PERILAKU YANG ETIS DAN TERPUJI.”
OLEH (KORNELIUS
GIYAI)
BAB I. PENDAHULUAN
Ketika seseorang menandatangani
fakta integritas, maka dia secara tertulis telah menyatakan kejujuran dirinya
untuk menjalankan seluruh Nilai-nilai, Sistem, Kebijakan, Prosedur, Tata Kelola
organisasi yang Transparan dan Akuntabilitas kepada setiap Stakeholder.
Integritas selalu didefinisikan
sebagai kesadaran dan kejujuran diri sendiri, untuk berkehidupan sesuai dengan
nilai-nilai hidup, yang dijadikan komitmen untuk dijalankan secara otentik dan
etis.
Fakta integritas tidak cukup
sekedar berfungsi untuk melengkapi dokumen formal, agar seolah-olah budaya
integritas sebagai energi dari implementasi good corporate governance muncul
secara formal di tempat kerja. Fakta integritas merupakan pengakuan diri
sendiri atas kemampuan diri mengeksplorasi semua sikap dan perilaku terbaik,
dalam smangat menjalankan praktik-praktik tata kelola atau bisnis yang
profesional, dan dapat dipertanggungjawabkan kapan saja.
Keberadaan fakta integritas di
tempat kerja bukan sekedar sebagai sebuah jubah yang dapat dilepaskan kapan
saja. Tapi, merupakan sebuah jati diri asli, yang dibuat dengan keyakinan diri
sendiri untuk dapat dipenuhi secara sempurna.
Ketika kepribadian seseorang
menganggap fakta integritas di tempat kerja sebagai sebuah jubah, yang hanya
dipakai saat diperlukan oleh persepsi dan kepentingannya, serta dapat dilepas
saat persepsi dan kepentingannya merasa tidak nyaman dengan fakta integritas
tersebut, maka orang tersebut sudah pasti berkepribadian kurang integritas.
Menjalankan fakta integritas
tidaklah tergantung kepada kepentingan sesaat, atau kepada arah kenyamanan yang
ada di dalam organisasi. Tapi, merupakan sebuah komitmen yang paling jujur dari
hati nurani diri yang asli, yang tidak akan pernah berubah oleh pengaruh
apapun.
Ketika seseorang selalu hidup
dalam keraguan dan kendali ego diri yang kurang integritas, maka fakta
integritas yang dia tandatangani hanya akan menjadi sebuah bukti tentang
kepalsuan dan ketidakjujuran dirinya sendiri kepada hati nuraninya.
Kesiapan menandatangani sebuah
fakta integritas seharusnya diikuti dengan kesiapan fisik dan mental untuk
menjalankannya dengan sepenuh hati. Fakta integritas tidak boleh menjadi budaya
formal yang tidak jujur dengan nilai-nilai inti, yang wajib untuk dijalankan di
tempat kerja. Sebab, sebuah fakta integritas yang ditandatangani merupakan
ucapan kebenaran tentang diri sendiri, serta tidak membohongi kebenaran diri
sendiri.
Seseorang yang menandatangani
fakta integritas berarti dirinya sudah mampu berkomunikasi dengan energi
integritas, mengekspresikan kejujuran hati nuraninya, serta memberikan respon
integritas kepada setiap stakeholder dari hati nurani yang paling jujur.
Fakta integritas hanya selembar
kertas, dengan isi yang berkomunikasi dengan diri sendiri dan stakeholder,
untuk mengikat diri yang paling jujur sebagai syarat dalam menjalankan tata
kelola terbaik dan terjujur.
Fungsi fakta integritas adalah
sesuai konteks, yaitu memberikan kejelasan untuk menjadi pribadi jujur, etis,
loyal, dan berintegritas; dalam budaya kerja yang terbuka, adil, dan mampu
mengalirkan informasi terbaik dalam ketepatan budaya etis dan integritas.
Setiap orang yang menandatangani
fakta integritas telah mengikatkan dirinya untuk berbakti dan berkontribusi
buat kejujuran dan kebenaran. Bila orang-orang yang menandatangani fakta
integritas, tapi dikemudian hari melakukan hal-hal yang bertentangan dengan
integritas dan kejujuran, maka orang tersebut adalah orang tidak baik, yang
berjubah integritas, untuk membohongi stakeholder dengan berpura-pura menjadi
orang baik.
“Bila
Sudah Menggadaikan Integritas Demi Sebuah Jabatan Dan Penghasilan, Maka Fakta
Integritas Yang Ditandatangani Hanya Akan Menjadi Sebuah Fakta Untuk
Menjalankan Tata Kelola Perusahaan Yang Tidak Etis.”Direksi dihasilkan dari rapat umum pemegang saham.
Dimana, dewan direksi dibentuk untuk mewakili para pemegang saham dalam
menjalankan operasional perusahaan sesuai tata kelola perusahaan yang sesuai
standar yang ditetapkan. Para direksi yang terpilih terikat dengan
undang-undang perseroan, sehingga setiap tindakan dan perilaku mereka dalam
menjalankan bisnis dan korporasi, haruslah sesuai dengan undang-undang yang
berlaku.
Sebagai wali pemegang saham,
direksi harus dapat dipercaya, harus bertindak demi kepentingan terbaik
pemegang saham dan semua stakeholder lainnya. Direksi harus memperlihatkan
perilaku dan keputusan yang meyakinkan para pemegang saham, agar direksi
dianggap berkompetensi dan berintegritas untuk menjalankan tata kelola
perusahaan yang baik.
Contoh tata kelola perusahaan
yang baik meliputi integritas pribadi dari para direksi secara kolektif untuk
bersikap dan bertindak jujur dalam ??pelaporan data ekonomi, sumber daya dan
keuangan perusahaan. Tata kelola perusahaan yang baik juga harus dicerminkan
dari perilaku budaya korporasi sehari-hari. Di mana, setiap orang di dalam
perusahaan harus bekerja dengan bergantung pada nilai-nilai budaya perusahaan.
Tanggung jawab utama dalam
menjalankan tata kelola perusahaan yang penuh integritas, terletak pada
kompetensi dewan direksi secara individu dan kolektif. Setiap keputusan
manajemen merupakan tanggung jawab para direksi dalam menjalankan fungsinya
sebagai wakil pemegang saham. Para direksi harus cermat dalam prinsip
kehati-hatian untuk melaksanakan setiap kebijakan atau keputusan strategis
perusahaan. Lalu, berani bertanggung jawab untuk hasil akhirnya, dan selalu
melekatkan kontrol pada setiap tindakan untuk bisa mengelola dan mengurangi
risiko yang tidak diinginkan.
Setiap kali pemegang saham
meminta pertanggungjawaban direksi atas kinerja dan perilaku etis, maka direksi
harus mampu bertanggung jawab secara kolektif. Tidak boleh ada alasan atas
ketidakmampuan dalam menjalankan tata kelola bisnis perusahaan yang etis.
Tanggung jawab harus dihasilkan dari integritas pribadi dan integritas kolektif
dewan direksi.
Akuntabilitas para direksi harus
diperlihatkan untuk melindungi hak dan kepentingan para pemegang saham.
Artinya, direksi yang dipilih oleh pemegang saham melalui RUPS haruslah
memberikan akuntabilitasnya dalam membuat keputusan strategis perusahaan untuk
memastikan kinerja dan keberhasilan perusahaan secara berkelanjutan.
Dewan direksi harus cerdas
mempekerjakan para eksekutif senior untuk mengelola perusahaan sesuai dengan
strategi, rencana, kebijakan, dan prosedur yang ditetapkan. Hal yang paling
penting adalah mengimplementasikan budaya integritas di lingkungan perusahaan,
lalu memotivasi dan mempengaruhi para eksekutif senior dan semua karyawan
lainnya, untuk bekerja dengan integritas pribadi dalam menjalankan nilai-nilai
budaya perusahaan.
Dewan direksi harus membangun
kebiasaan yang membudaya untuk kepatuhan perusahaan dan setiap individu di
dalam perusahaan terhadap hukum, aturan, dan peraturan. Termasuk, mengawasi
keberlangsungan perusahaan dalam menciptakan nilai jangka panjang pemegang
saham dan melindungi kepentingan stakeholder lainnya.
Tata kelola perusahaan yang baik
membutuhkan komunikasi tepat waktu dan akurat dari sejumlah aspek operasi
bisnis perusahaan. Hal-hal yang harus dikomunikasikan secara tepat waktu dan
akurat mencakup pencapaian kinerja keuangan perusahaan, seperti penjualan,
keuntungan, dan sumber daya ekonomi yang relevan. Para direksi harus total
bersama integritas pribadi masing-masing, lalu mampu memberikan gaya
kepemimpinan yang bersih dan terpercaya, untuk menciptakan nilai tambah
pemegang saham yang maksimal secara berkelanjutan.
“Jangan
Pernah Mengabaikan Kekuatan Integritas, Karena Kekuatan Integritas Yang
Membudaya Dapat Menjadi Modal Untuk Menghasilkan Nilai Tambah Di Setiap Situasi
Dan Keadaan.” Integritas merupakan sebuah kata yang paling sering diucapkan dan
diharapkan untuk dijalankan, tapi fakta memperlihatkan bahwa integritas
merupakan hal yang paling sulit untuk dijalankan oleh kebanyakan orang. Padahal
integritas sangat penting untuk mengembangkan kemampuan diri, agar diri dapat
hidup bahagia dan damai.
Baru-baru ini, Corporate
Excecutive Board sebuah lembaga survei kelas dunia, yang didirikan pada tahun
1983 di Washington, D.C. Amerika Serikat, dan saat ini berkantor pusat di Arlington, VA, Amerika Serikat, melakukan
sebuah survei terhadap 130 perusahaan untuk tingkat integritas dalam budaya
perusahaan. Hasilnya, mereka menemukan bahwa integritas meningkatkan
nilai pemegang saham. CEB juga menemukan bahwa budaya integritas memiliki nilai
moneter. Maksudnya, modal integritas adalah mata uang baru yang memberi
keuntungan untuk perusahaan.
Survei CEB terhadap budaya
integritas bertujuan untuk mengetahui pengaruh kondisi ekonomi yang memburuk di
Amerika Serikat dan di negara-negara di luar Amerika Serikat terhadap
perusahaan-perusahaan yang di survei. Hasil survei memperlihatkan bahwa
perusahaan – perusahaan yang menjalankan budaya integritas dengan sempurna
tidak terlalu terpengaruh dengan kondisi ekonomi yang memburuk. Hasil survei
juga menemukan bahwa modal integritas telah memberikan manfaat keuangan untuk
perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang dengan tegas mempromosikan budaya
integritas kepada setiap karyawan dan pimpinan, telah menikmati manfaat
keuntungan materi yang cukup besar, untuk bisa tetap bertahan dan berkembang di
era ekonomi sulit.
Integritas merupakan produk dari
pertumbuhan spiritual individu, yang dinyatakan sebagai hukum moral, dan yang
diperkuat oleh hukum negara dan peraturan perusahaan. Oleh karena itu,
diperlukan upaya yang terus-menerus untuk membangun kesadaran individu, agar
individu dapat tercerahkan, dan dapat menumbuhkan kekuatan sikap baik melalui
kekuatan spiritual diri yang unggul.
Ketika setiap individu di tempat
kerja sudah terbiasa dengan integritas pribadi yang unggul; maka nilai-nilai
perusahaan akan memberikan standar sikap, etika dan perilaku, yang sesuai
dengan harapan perusahaan. Kemampuan para pimpinan perusahaan untuk menjadi
contoh dan teladan buat para karyawan dan stakeholder, akan menjadi awal yang
baik untuk mengimplementasikan budaya integritas di perusahaan.
Budaya integritas yang terawat
dengan baik akan menghasilkan kekuatan keuangan perusahaan dalam jangka
panjang, tetapi kurangnya integritas di perusahaan akan menjadi biaya, yang
dari waktu ke waktu pasti menguras potensi keuangan perusahaan.
Para karyawan yang menganut
budaya integritas akan selalu memberikan pekerjaan sehari penuh dengan total
demi integritas itu. Jadi, tidak akan ada karyawan yang bekerja pura-pura dalam
kepalsuan sikap dan etos kerja. Mereka akan menempatkan dirinya sebagai para
pejuang perusahaan untuk memberikan totalitas energi, potensi, kompetensi, dan
kecerdasan buat menciptakan nilai tambah perusahaan.
Bila para karyawan dan pimpinan
benar-benar secara tulus menjalankan budaya integritas yang etis, dapat
dipastikan perusahaan akan mendapatkan rejeki nomplok dari kekuatan modal
integritas tersebut. Modal integritas akan mempengaruhi loyalitas pelanggan dan
stakeholder lainnya, untuk tetap berbisnis dengan perusahaan. Sebab, integritas
selalu akan memberikan semua yang terbaik, mulai dari kejujuran, kualitas,
etika, dan pelayanan.
“Ketika Orang-Orang Penting Dalam Perusahaan
Tidak Ikhlas Menjalankan Budaya Integritas, Maka Jangan Pernah Berharap Tata
Kelola Yang Baik Dapat Dipersembahkan Kepada Stakeholder.” ~ Saat perusahaan-perusahaan di
Indonesia mengalami krisis ekonomi pada tahun 1997 – 1998, IMF (
International Monetary Fund)mendorong pemerintah Indonesia untuk menjalankan
kebijakan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Sejak
itu, dimulai dengan peraturan Bursa Efek Jakarta yang mensyaratkan setiap emiten
untuk mengangkat komisaris independen dan membentuk komite audit. Dan juga Bank
Indonesia yang mulai mendorong pelaksanaan good governance di sektor perbankan
di Indonesia.
Tahun 2000, pemerintah Indonesia
melalui Surat Keputusan Menko Ekonomi, Keuangan Dan Industri Nomor:
Kep-31/M.EKUIN/06/2000 membentuk KNKCG atau dikenal dengan Komite
Nasional Kebijakan Corporate Governance. Selanjutnya, KNKCG ini pada tahun 2004
dirubah namanya melalui Surat Keputusan Menko Perekonomian RI No. Kep-49/M.Ekon/II/Tahun
2004 menjadi KNKG atau Komite Nasional Kebijakan Governance. Tahun 2006 KNKG
menyempurnakan pedoman corporate governance dari yang sebelumnya. Saat ini
semua perusahaan publik wajib mematuhi pedoman tata kelola perusahaan (code of
corporate governance) dari KNKG. Untuk perusahaan non publik penerapan code of
corporate governance tidak diwajibkan oleh UUPT, tapi bila dijalankan
berpotensi meningkatkan reputasi dan kredibilitas bisnis perusahaan di mata
stakeholder secara keseluruhan.
Code of corporate governance dari
KNKG merupakan dasar buat perusahaan-perusahaan di Indonesia, untuk
mengembangkan usahanya secara profesional dan berkompetisi secara terbuka dan
sehat dengan budaya GCG. Budaya GCG hanya dapat dijalankan bila setiap
kepentingan di dalam perusahaan sudah ikhlas untuk bekerja dan berkehidupan
dalam budaya integritas di semua level, peran dan fungsi organisasi.
Implementasi code of corporate
governance berpotensi membuat perusahaan dipercaya oleh para stakeholder. Bila
para stakeholder sudah mempercayai perusahaan dengan sepenuh hati, maka dengan
modal kepercayaan dari stakeholder tersebut, perusahaan memiliki daya saing
yang tinggi, untuk dapat berkompetisi dalam setiap situasi di lingkungan bisnis
yang dinamis.
Perusahaan yang berbudaya integritas
pasti patuh untuk menjalankan kaidah-kaidah tata kelola perusahaan yang
baik. Lalu, menjalankan core values atau nilai inti perusahaan di seluruh level
dan jajaran organisasi dengan sempurna. Perusahaan yang berbudaya integritas
pasti melengkapi tata kelola perusahaan dengan pedoman tata kelola perusahaan
(code of corporate governance), pedoman perilaku (code of conduct), standar
prosedur operasional perusahaan, pedoman penanganan benturan kepentingan
(conflict of interest), panduan etika bisnis, dan pedoman-pedoman lainnya untuk
tujuan menjaga budaya integritas dalam implementasi Good Corporate Governance
yang tegas dan jelas.
Implementasi GCG sangat
tergantung dari kemampuan perusahaan untuk menginternalisasikan
prinsip-prinsip, seperti: transparansi, akuntabilitas, responsibilitas,
independensi, kewajaran dan kesetaraan, ke dalam kompetensi produktif dan
kompetensi adaptif karyawan dan pimpinan di perusahaan. Fakta selalu
menunjukkan bahwa implementasi GCG masih dalam taraf kompetensi normatif. Artinya,
secara normatif setiap pimpinan dan karyawan di perusahaan sangat menguasai
Good Corporate Governance, tapi belum mampu menjadikannya sebagai kekuatan
untuk meningkatkan produktifitas dan adaptasi terhadap perubahan di lingkungan
bisnis yang sangat kompetitif ini.
Implementasi GCG tidak hanya
merupakan kesadaran kolektif untuk menciptakan tata kelola formalitas oleh
dorongan dari kewajiban. Tapi, seharusnya menjadi kesadaran dalam budaya
integritas di semua level dan jajaran organisasi. Lalu, secara berkelanjutan
dan konsisten melaksanakan GCG dengan komitmen dari visi, misi dan core values
yang sesuai dengan semangat budaya GCG.
BAB II FORECASTING
(PERAMALAN)
Menurut
William N.Dunn, Peramalan adalah suatu prosedur untuk membuat informasi factual
tentang situasi social masa depan atas dasar informasi yang telah ada tentang
masalah kebijakan, Ramalan mempunyai tiga bentuk utama : Proyeksi, Prediksi, dan Perkiraan.
1.
Suatu Proyeksi adalah Ramalan yang di dasarkan pada ekstrapolasi atas
kecenderungan masa lalu maupun masa kini ke masa depan. Proyeksi membuat
pernyataan yang tegas berdasarkan argument yang diperoleh dari metode tertentu
dan kasus yang pararer, dimana asumsi mengenai validitas metode tertentu (
misalnya analisis waktu) atau kemiripan kasus ( misalnya kebijakan masa lalu
dan masa depan) digunakan untuk memperkuat suatu pernyataan. Proyeksi dapat
diperkuat dengan argument dari pemegang otoritas ( seperti opini para pakar)
dan dan logika kausal (misalnya teori ekonomi atau teori politik)
2.
Sebuah Prediksi adalah ramalan yang didasarkan pada asumsi teoretik yang
tegas. Asumsi ini dapat berbentuk hukum teoretis(misalnya proposisi bahwa
pecahnya masyarakat sipil diakibatkan oleh kesenjangan antara harapan dan
kemampuan),atau analogi (misalnya analogi antara pertumbuhan organisasi
pemerintah dengan pertumbuhan organism biologis). Sifat terpenting dari
prediksi adalah bahwa dia menspesifikasikan kekuatan generative (penyebab) dan
konsekuensi (akibat) atau proses hubungan yang parallel (analog) yang di yakini
mendasari suatu hubungan.prediksi dapat dilengkapi dengan argument dari mereka yang berwenang ( misalnya
penilaian yang informatife) dan metode (misalnya model ekonometrik).
3.
Suatu Perkiraan (conjecture)
adalah ramalan yang di dasarkan pada penilaian yang informative atau penilaian
pakar tentang situasi masyarakat masa depan. Penilaian ini dapat berbentuk
penilaian yang intuitif, di mana di asumsikan adanya kekuatan batin dan kreatif
dari para intelektual, atau pengetahuan terpendam dari para pelaku kebijakan
(misalnya Policy insider), Penilaian
(judgment) dapat pula di ungkapkan
dalam bentuk argument motivasional dimana tujuan, nilai atau kehendak masa kini
atau masa depan di gunakan untuk menetapkan berbagai kemungkinan pernyataan.
Misalnya conjucture tentang nilai
atau kehendak masa kini atau masa depan (sepert kesenjangan) di pakai untuk
menyatakan bahwa rata-rata jam kerja perminggu akan berkurang menjadi 30 jam
saja pada 20 tahun mendatang, perkiranaan dapat di perkuat dengan argument dari
pakar, metode, dan kausalitas. Dari sini
ada bainya kita tuiskan
4.
Apa
yanng terjadi
Beberapa waktu terjadi
pemogokan hampir dua bulan lamanya, berbagai kerusuhan di Puncak Mulia , Jalur Freeport-di
Blokir,Penembakan di Abepura, Kekerasan dalam Kongres Rakyat Papua ke 3 ,
Penembakan terhadap Kapolsek Mulia, serta sekarang terjadi lagi kasus serupa di
Bandara Mulia.Sekelompok orang tidak dikenal menembaki pesawat Trigana yang
menewaskan penumpangnya, serta melukai lainnya. Penganiayaan orang tak dikenal
terhadap aparat juga terjadi lagi di Sentani yang menewaskan salah satu anggota
kepolisian Polres Keerom.Anehnya lagi berbagai penembakan tersebut sampai
sekarang belum bisa diungkapkan siapa pelakunya yang berada di balik penembakan
tersebut.Fakta merupakan dinamika yang lahir melalui interaksi antar
manusia.Sering jurnalis merasa hanya berkepentingan untuk menangkap interaksi
ini tanpa perlu mempersoalkan kualitas dari interaksi tersebut. Karenanya pada
sisi lain kemudian muncul dorongan untuk mengajak jumalis menumbuhkan
penghayatan atas posisi person yang diceritakan.
Realitas konflik menjadi sangat dilematis bagi
media. Hukum pasar yang bertumpu pada diktum Neverending circuit of capital
accumulation mendorong media untuk menyajikan informasi semenarik dan
sedramatis mungkin. Meskipun jarang sekali diakui, bahkan selalu disangkal,
ramuannya cukup jelas: bad news is good news. Ramuan inilah yang menyebabkan realitas konflik (perang, pertikaian
politik, kerusuhan, tawuran, demonstrasi yang anarkhis, dst) selalu menjadi
primadona pemberitaan.
“Konflik adalah oase yang tak pernah
kering bagi kerja-kerja jurnalistik,” begitu kata George Wangtang.Konflik
selalu menyajikan sensasi dan daya magnetik yang besar bagi publik. Liputan
konflik dapat secara signifikan menaikkan oplah, rating, hit,everagesebuah
media. Pemberitaan konflik yang terjadi dipapua yang terakhir kali yaitu
mengenai pembunuhan aparat keamanan yang berdinas di Polresta oleh sekelompok
orang tak dikenal dan penembakan kapolsek Muliya di bandara serta penembakan
pesawat komersil di daerah wamena.pembeitaan tersebut menimbulkan berbagai
persepsi di benak khalayak. Pemberitaan mengenai konflik Papua oleh media massa
dapat menimbulkan berbagai prasangka dalam benak khalayak yang diterpa ataupun
menyaksikan pemberitaan tersebut. Prasangka sosial (Manstead dan Hewstone,
1996) didefinisikan sebagai suatu keadaan yang berkaitan dengan sikap-sikap dan
keyakinan-keyakinan. Yaitu, ekspresi perasaan negatif, penunjukkan sikap
bermusuhan atau perilaku diskriminatif terhadap anggota kelompok lain. Beberapa
kasus tertentu yang berhubungan dengan rasisme juga dianggap sebagai
prasangka.Prasangka sosial yang pada mulanya hanya merupakan sikap-sikap
perasaan negatif itu, lambat-laun menyatakan dirinya dalam tindakan-tindakan
yang diskriminatif terhadap orang-orang yang termasuk golongan yang
diprasangkai itu, tanpa terdapat alasan-alasan yang objektif pada pribadi orang
yang dikenakan tindakan-tindakan diskriminatif.Pengalaman kebudayaan Amerika,
yang dianggap sebagai kampiun demokrasi, juga tidak terlepas dari prasangka dan
stereotipe sosial. Publikasi penelitian yang diterbitkan oleh American
Psychological Association (Dovidio et. al, 2002) menjelaskan bahwa di abad
global-modern ini saja masih terdapat bias persepsi pada diri orang kulit putih
dalam perilaku verbal terhadap orang Negro. Orang-orang kulit putih ternyata
lebih ramah dan bersahabat terhadap kalangan mereka sendiri.Hochschild (Dovidio
et. al, 2002) menjelaskan bahwa perilaku orang-orang kulit putih yang
kadang-kadang berbeda dan kontradiktoris terhadap orang kulit hitam dalam
interaksi antar-ras dapat memberikan kontribusi iklim yang miskomunikatif,
mispersepsi, dan ketidakpercayaan di Amerika Serikat.Bahkan menurut Anderson
(Dovidio et al, 2002) mayoritas orang kulit hitam di Amerika dewasa ini
memiliki ketidakpercayaan yang sangat besar terhadap polisi dan sistem hukum,
terutama ketidakpercayaan terhadap orang-orang kulit putih.Kekerasan yang
dibahas dalam pemberitaan konflik seputar Papua tidak lagi semata-mata untuk
memberikan informasi kepada masyarakat mengenai konflik yang terjadi di tanah
Papua.Namun, kekerasan tersebut sudah masuk ke bisnis industri media yang
mengikuti selera pasar yang tertarik pada berita-berita dengan unsur kekerasan
didalamnya.Melihat fenomena di atas, penulis tertarik untuk meneliti bagaimana
interpretasi khalayak terhadap masyarakat Papua setelah menyaksikan pemberitaan
mengenai konflik yang terjadi di Papua.
MIRAS, SALAH SATU PEMICU KONFLIK DI PAPUA
Salah satu penyebab utama
Keributan –keributan yang terjadi dan akhirnya menimbulkan konfllik diantara
sesama orang Papua adalah minuman Keras
yang mengandung Alkohol miras bukan hanya menjadi pemicu keributan saja
namun yang terparah miras menjadi salah satu alat untuk membunuh orang papua
menyakitkan karena hampir semua generasi usia emas 14-40 tahun di papua
mengkonsumsi barang haram ini
Papua menjadi pasar utama
untuk menampung hasil produksi minuman berakohol karena di anggap memiliki
Konsumen pembeli yang mengiurkan, pertanyaanlah adalalah bagaimana reaksi orang
terhadap peredaran miras, Eksekutif dan egislatif harus duduk bersama untuk
membahas hall iini karena meyangkut kehidupan generasi papua dimasa mendatang,
dewan perkawakilan Papua tellah bersepakat untuk melarang peredaran minuman
keras di papua
Memang sempat terjadi pro
dan kontra namun terjadi kesepakatan untuk melarang miras di papua ,daam Koran
local cendrawasih pos sabtu tangga 21 desember 2012, etua bada legisllasi DPRP
Arbet Bollan ketika ditanda tentang pendapatan asi daerah PAD) untuk provinsi
Papua dari pajak miras menjeaskan bahwa “ tiada PAD, jadi Ngapain dipertahankan
“langkah berani yang dilakukan DPRP ini haruslah mendapat dukungan penuh dari seluruh
lapisan masyarakat dan aparat dan penegak hukumm, masyarakat dan setiap
kabupaten wajib ikut mengawal perda, pelarangan ini,
Orang Papua Kadang Teralu
santei dan tidak melihat hal-hal yang terjadi melihat di sekitar kita, ada yang
ane jika kita meihat pada label minuman di tulis “KHUSUS PEMASOK PAPUA”
pertanyaannya sederhana” ada apa dengan Papua, sehingga ditulis khusus papua?
Apakah minuman ini khusus di produksi khusus untuk Papua saja Sedangkan Di Indonesia Pemekaran provinsi yang mendapatkan
daerah khusus seperti Jakarta, Yogjakarta, Aceh juga mengikutikah label itu
atau tidak, atau karena alasan Lain kita harus
memproteksi di generasi papua di masa mendatang dengan regulasi regulasi yang
kelihatannya akan melahirkan pro dan kontra namun produk regulasi ini bersifat
wajib, kalaupun regulasi ini diskusikan dengan kementerian dalam negeri harus
tetap dipertahankan karena biasanya menjadi lemah di akibatkan oleh karena
adanya regullasi reguasi yang ebih tinggi dalllam hirarki undang –undang RI,
Papua harus aman dari miras
jangan pernah bernego-nego dengan miras , jika kita mengatakan harus di larang
peredarannya, maka siapapun yang hidup diatas tanah papua harus mendukung, kita
ingat bahwa penjualan miras banyak mendatangkan keuntungan yang sangat besar,
sehingga akan muncul orang-orang yang merasa di ruugikan dari kenyamanannya
terganggu, orang-orang model inilah yang menginginkan papua tetap kacau dan generasinya
tidak maju
Ada beberapa kabupaten yang
telah Mencabut PERDA miras, saah satunya
yaitu Kabupaten Jayawijaya dan Nabire namun kenyataannya kita jumpai banyak
beredar minuman Lokal milo), ha ini
membuktikan bahwa bisnis haram ini yang cepat mendatangkan keuntungan sehingga
berbagai cara di akukan oleh pengedar miras berbagai kejahatanpun terjadi di
mana-mana, tidak ada komitmen dari pemerintah Pusat dan Masyarakat atas
keputusan yang telah diambil ollleh pemerintah daerah untuk menyellamatkan
papua,Demikian pula semua kota dan kabupaten di papua yang telah
menerapakan jam penjualan batas
penjuallan miras di kabupaten kota,
Seluruh tanah papua harus
mengambil Langkah berani untuk merdeka yaitu membrantas miras, ini rumah kita,
ini tanah kita, yang diberikan oleh Tuhan Penciptanya untuk kita wariskan
kepada generasi penerusnya, kita harus
berani membuat keputusan demi menyeamatkan Ribuan dan jutaaan serta berlaksa
yang masuk Dallam jurang maut,’’ Tidak ada Kata ‘’”ditertibkan atau
dikendalikan atau di minimalisir” jika kata ditertibkan atau dikendaLikan atau diminimalir
berarti pemerintah masih memberikan ijin
untuk miras terus beredar dan membunuh
orang Papua, berbagai masalah social telah dan akan bermunculan akibat miras.
Apapun alasannya papua harus save dari semua barang barang yang masuk unyuki
menghilangkan dan nmerusak generasi emas papua pasa saat ini. Jangan sampai
kitta mati sia-sia hanya karena minuman. Semua potensi kita masih di butuhkan
oleh papua. Hai engkau yang suka konsumsi miras, sadarlah, anda sedang di
giring kedalam alam maut. Potensi anda
iingin tetap dengan pendirian anda mengkonsumsi minuman beralkohol? Lihat orang
sekilingmu, mereka berusaha untuk memperbaiki hidup deni masa depan namun anda
berusaha untuk merusak hidup. Sayangilah dirimu, masa depan papua ada di
tanganmu, jangan sia-siakan hidup yang di anugerahkan Tuhan Kepada Kita.
Tahukah anda menurut
ejournal.litbang.depkes.go.id bahwa peredaran miras di tanah papua sudah
mencapai 41,2% dari jumlah peredaran minuman beralkohol di Indonesia. Sangat
menakutkan. Sekarang siapa yang bersalah:
a.
Pemerintah Pusat
b.
Industri/Pabrik
c.
Pemasok
d.
Pengedar
e.
Konsumen
Orang
Papua Harus mengubah paradigm berpikir dan pola hidup sehat tanpa minuman
beralkohol, karena dengan pola hidup bahwa yang namjanya miras itu hanya akan
membunuh orang papua secara perlahan tapi pasti.
5.
Apa
yang diharapkan oleh Pembuat
PROSES
pengambilan kebijakan sangat penting dalam tahapan pengelolaan kebijakan, baik
pemerintah maupun non-pemerintah.
Ada banyak hal yang menjadi bahan pertimbangan dalam proses perumusan kebijakan.
Ada banyak hal yang menjadi bahan pertimbangan dalam proses perumusan kebijakan.
Pembuatan kebijakan publik merupakan
fungsi penting dari sebuah pemerintahan. Oleh karena itu, kemampuan dan
pemahaman yang memadai dari para ahli terhadap proses pembuatan kebijakan
menjadi sangat penting bagi terwujudnya kebijakan publik yang cepat, tepat, dan
memadai.
Kemampuan dan pemahaman terhadap
prosedur pembuatan kebijakan tersebut juga harus diimbangi dengan pemahaman
dari pembuat kebijakan publik terhadap kewenangan yang dimiliki. Ada tiga teori
utama yang dapat digunakan dalam proses pembuatan sebuah kebijakan yaitu teori
rasional komprehensif yang mengarahkan agar pembuatan sebuah kebijakan publik
dilakukan secara rasional-komprehensif dengan mempelajari permasalahan dan
alternatif kebijakan secara memadai.
Teori incremental yang tidak melakukan
perbandingan terhadap permasalahan dan alternatif serta lebih memberikan
deskripsi mengenai cara yang dapat diambil dalam membuat kebijakan. Dan, teori
mixed scanning yang menggabungkan antara teori rasional-komprehensif dengan
teori incremental. Ketiga teori ini tertera dalam buku karya Profesor James E
Anderson, berjudul Public Policy Making.Selain itu, Anderson juga mengemukakan
enam kriteria yang harus dipertimbangkan dalam memilih kebijakan.
Pertama nilai-nilai yang dianut baik
oleh organisasi, profesi, individu, kebijakan, maupun ideologi. Kedua afiliasi
partai politik; ketiga kepentingan konstituen; keempat opini masyarakat; kelima
penghormatan terhadap pihak lain; dan keenam adalah aturan kebijakan itu
sendiri. Selanjutnya, selain aspekaspek yang sudah disebutkan, masih ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan kebijakan.
Para politisi harus mengetahui tentang
ilmu pengetahuan dan para ilmuwan juga harus mengetahui tentang
kebijakan.Sehingga, terjadi persamaan persepsi di dalam komunitas yang mana
kebijakan yang dihasilkan dapat dijalankan.Tidak ada hal yang bersifat
publik.Ada banyak ragam dari perbedaan publik yang dapat menghasilkan,
membentuk situasi atau dapat dibentuk dari isu-isu berbeda.
Untuk analisa yang mendalam dan
bijaksana harus melihat ke publik yang mana?kapan? Itu berarti bahwa tidak ada
rumusan yang sederhana untuk suatu keterlibatan.Manusia sangat mampu dalam
memahami permasalahan rumit dan teknologi. Waktu dan pembuat kebijakan dan
ilmuwan dikejutkan oleh sebagian orang, apa yang dapat dipahami oleh manusia
bila diperlukan dari kompleksitas pemilihan sumber daya dengan penerapan
prinsip biologi sintetis.
Hal ini membutuhkan masukan dari para
ahli dan membutuhkan waktu untuk cerminan dan diskusi, namun patut
dilakukan.Orang ingin dapat berpartisipasi dalam keputusan sekitar kebijakan
yang melibatkan ilmu pengetahuan dan teknologi.Itu tidak berarti semuanya
ingin, atau ada yang ingin terlibat sepanjang waktu, tapi orang ingin tahu bahwa
hal ini benar terjadi dan banyak yang ingin berpartisipasi secara
langsung.Begitu mereka terlibat, mereka ingin bahwa masukannya didengar dan
mereka ingin diberi tahu hasilnya dari keterlibatan mereka.
Pembuat kebijakan dan para ahli hanya
manusia. Mereka juga dapat memahami akan adanya potensi bias, konflik
kepentingan dan semua kesalahan yang dapat berpengaruh kepada semuanya dan
berharap mendapat pengakuan serta penanganan yang transparan. Pembuat kebijakan
dan para ahli harus dapat berkomunikasi dengan baik.Komunikasi dua arah mutlak
diperlukan, perihal menyampaikan sesuatu dan mendengarkan hal yang disampaikan
keduanya sangat penting.
Musyawarah masyarakat dapat membantu
mengurangi risiko gagalnya kebijakan yang telah diusulkan.Demi menghindari kemungkinan
dari rasa malu, menggali informasi awal dari kebijakan tertentu dapat menemukan
ide dari pihak oposisi sehingga dapat berpengaruh terhadap sebuah keputusan.
Ada banyak cara untuk berhubungan dengan orang Orang memiliki berbagai macam
cara dalam mengemukakan pandangannya agar didengar oleh orang lain, mulai dari
proses demokrasi secara formal atau secara langsung.
Publik dengan pemikiran yang kuat atau
ketertarikan tertentu cenderung sangat terlihat. Tapi, ada cara lain agar
pendapatnya lebih diterima oleh beragam orang sehingga dapat berkontribusi.
BAB III PEMBAHASAN
1.
Analisis
Pendekatan
Pendekatan Normatif/Preskriptif
Pendekatan normatif atau preskriptif, adalah seorang analis perlu
mendefinisikan tugasnya sebagai analis kebijakan sama seperti orang yang
mendefinisikan “end state” dalam arti bahwa preskripsi ini bisa diinginkan dan
bisa dicapai.
2.
Model
Kebijakan
Model
Rasional
Model ini menyatakan bahwa kebijakan merupakan suatu
pencapaian sasaran secara efisien.Satu kebijakan Rasional merupakan satu
rancangan untuk memaksimalkan pencapaian nilai.Model ini menekankan pada
pembuatan keputusan yang rasional dengan bermodalkan pada komprehensivitas
informasi dan keahlian pembuat keputusan.
BAB IV REKOMENDASI
a.
Diijinkan Demi Rakyat dan dilaksanakan
demi Negara Konotasinya adalah Negara tidak Rugi, hanya demi kepentingan Ekonomi dan investasi dilaksanakan
selain itu demi melawan hukum tertinggi negara tetapi hakikatnya
adalah demi kesehatan dan Keselamatan
Umat Manusia,
Kebijakan tentang Pelarangan Miras di
Provinsi Papua.
a)
Pembuatan kebijakan sebagai seruan
Moral
Peraturan Daerah (Perda) No 15 Tahun 2013
tentang pelarangan, produksi, peredaran dan penjualan minuman beralkohol
(Miras) provinsi Papua resmi diberlakukan, setelah Gubernur bersama jajaran
Forkopimda, Bupati, Wali kota, dan jajaran Muspida 29 Kabupaten/Kota
melaksanakan penandatanganan Pakta Integritas Pelarangan Minuman Beralkohol.
b)
Tanggapan permen terhadap peniadaan
miras di papua
Pembatalan Perda Miras
itu,ditegaskan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo karena bertentangan
dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2013 tentang
Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol.
Pemerintah melalui Kementerian
Dalam Negeri telah membatalkan 3.143 Peraturan Daerah (Perda) bermasalah, yang
dinilai menghambat pertumbuhan ekonomi daerah dan memperpanjang
jalur birokrasi, menghambat proses perizinan dan investasi, menghambat
kemudahan berusaha, dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi.“Pembatalan ini untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa
yang besar, yang toleran, dan yang memiliki daya saing,” kata Presiden Joko
Widodo (Jokowi) dalam keterangan persnya, di Istana Merdeka, Jakarta, Senin
(13/6) sore.
c)
Fakta integritas sebagai fakta kondisi
sosial di papua
Meski Menteri Dalam Negeri Tjahjo
Kumolo mencabut perda minuman keras (miras), Pemerintah Provinsi Papua tetap
bertekad melarang peredaran minuman keras di wilayah hukumnya. Disebutkan
Asisten Bidang Perekonomian dan Kesejahteraan Rakyat Setda Provinsi Papua Elia
Loupatty,bahwa minuman beralkohol telah banyak menghilangkan nyawa orang
sehingga pencabutan perda tersebut tidak menyangkut regulasi, melainkan hati
nurani.
Apalagi menurut Lukas, Provinsi Papua dilindungi
oleh Undang-Undang Otonomi Khusus (UU Otsus) yang mengatur kekhususan dari
segalanya. “Peraturan yang kami buat mau di PTUN kan, silahkan saja. Kami
ini Otsus. Daerah lain bisa membuat peraturan daerahnya, mengapa kami tak
bisa?” katanya dengan nada tanya.
Sebelumnya pada rapat kerja
daerah bupati dan walikota se-Provinsi Papua, Gubernur Papua dan Forkompinda
Papua menandatangani Pakta Integritas pelarangan miras di Papua.Hal ini merujuk
pada Perdasus Nomor 15/2013, tentang pelarangan produksi, pengedaran dan
penjualan minuman berakohol merupakan langkah protektif dari pemerintah untuk
menyelematkan dan melindungi penduduk Papua.
d)
Analisis terhadap Respon kebijakan
sebagai Kesimpulan dan Saran
1.
Pelarangan sekaligus peniadaan miras di papua dalam
halnya fakta integritas oleh masyarakat papua yang dilakukan oleh gubernur
Papua merupakan langkah tindakan yang masuk dalam normalisasi nilai dan moral
dari kehidupan masyarakat asli papua tidak ada nuansa melawan undang undang,kepres
dan Inpres maupun Permen tetapi lebih pada penerapan dan langkah yang perlu
dipandang sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah pusat
2.
Dengan Pembatalan Perda pelarangan miras di
Papua ini pemerintah tidak boleh
memandang karena masalah Pertumbuhan Ekonomi Daerah (PAD) menghambat Proses perizinan dan investasi dan
kemudahan berusaha tetapi semua ini khusus lebih pada nilai hidup manusia itu
sendiri, dengan melakukan hal semacam itu jangan sampai nasionalisme dari
bangsa papua terhadap Negara Indonesia
semakin Hilang selain itu, penekanan dalam kebijakan menjadi ruang yang sempit dan bias menimbulkan pelarangan
yang tidak kita inginkan
3. Negara seharusnya melihat dari nilai manusianya
bukankah Negara ada karena manusia, begitupun juga terhadap sebuah Regulasi di
Provinsi, Kab/Kota, yang kita nilai tidak semata hanya melawan hukum tertinggi
dari Negara, dalam penerapan prioritas utamanya adalah kondisi dan budaya dari
suatu daerah apalagi bagi daerah dengan pemberlakukan Otonomi khusus dan nilai
manusialah diutamakan karena Konstitusi terkuat dari Negara Demokrasi adalah Rakyat
bukan Negara semata.
4.
Undang- Undang yang di berlakukan satu untuk semua
yang di paksakan Pada prinsip baik tetapi kita melihat situasi kehidupan
masyarakat dan sangat tidak cocok dengan Budaya Kehidupan Orang Papua.
5. setelah pencabutan Undang-undang Miras oleh pusat di
kabupaten Dogiyai pemekaran dari kabupaten nabire yang ada di papua akibat
miras meninggal 3 orang dalam waktu yang sama.
Analisis
Kebijakan secara Penyelamatan
Menurut firman Tuhan. (Karna satu orang dunia dan
segala makluk di selamatkan Yaitu Yesus Kristus)
Amsa 13:2, Dari buah mulutnya seseorang akan makan
yang baik, tetapi nafsu seorang penghianat ialah melakukan kelaliman.




Tidak ada komentar